Category: Liputan Media


Situs Kantor Berita ANTARA. Klik di sini untuk membaca dari situs ANTARA.

Purwokerto (ANTARA News) – Seorang mahasiswi semester VII Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Ika Mayestika (22), menjadi korban pembajakan akun jejaring sosial “Facebook”.

“Kejadian tersebut saya ketahui 21 September silam. Akun `Facebook` saya telah dibajak orang dengan memasang foto-foto bugil dan menuliskan berbagai status vulgar,” kata Ika Mayestika di Purwokerto, Minggu.

Selain itu, kata dia, pembajak akun jejaring sosial ini mengajak “chatting” (mengobrol, red.) dengan beberapa temannya.

Bahkan dalam “chatting”, lanjutnya, si pembajak akun ini mengajak kencan dengan imbalan uang dengan jumlah tertentu.
Continue reading

Suara Merdeka 24 September 2011, hal. 2

SURABAYA — Serikat Pengajar Hak Asasi Manusia (Sepaham) Indonesia mengajak seluruh pengajar, peneliti, dan pembela HAM serta pusat-pusat studi HAM di Indonesia untuk berhimpun dalam wadah tersebut dan menjadikannya sebagai media komunikasi dan interaksi untuk mendorong perlindungan dan penegakan HAM.

Juga mendesak pemerintah untuk konsisten tunduk pada standar dan prinsip HAM universal melalui berbagai instrumen HAM, baik nasional maupun internasional, melakukan harmonisasi instrumen hukum di level nasional, serta melakukan tindakan pemajuan dan promosi HAM.

Pokok-pokok pikiran itu disampaikan oleh juru bicara Sepaham, Manunggal K Wardaya seusai Konferensi Nasional I HAM yang digelar bersama Pusat Studi HAM Universitas Surabaya (Pusham Ubaya), belum lama ini. Continue reading

Berita di Warta Jateng, 24 Mei 2011

Komhukum (Banyumas) – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menilai hingga saat ini perlindungan terhadap wartawan masih lemah seperti terlihat dari banyaknya kasus kriminalisasi yang dialami insan pers.
“Berdasarkan catatan kami, selama 2010 terjadi 66 kasus yang menimpa wartawan dan diperkirakan pada 2011 trennya meningkat karena hingga Mei saja sudah mencapai 33 kasus,” kata Direktur Eksekutif LBH Pers, Hendrayana, di Banyumas, Jumat malam (20/5).
Pernyataan tersebut disampaikan Hendrayana dalam acara Diskusi Advokasi Jurnalistik yang diselenggarakan Paguyuban Wartawan Purwokerto (Pawarto) di Baturaden Adventure Forest (BAF), Baturaden, Banyumas.
Bahkan, kata dia, hingga saat ini kacamata hukum selalu berpegang pada KUHP dan KUHAP dengan mengesampingkan Undang-Undang (UU) Pers.
“Terakhir terjadi di Surabaya (kasus pemukulan terhadap wartawan oleh oknum polisi, red.), polisi menolak penggunaan UU Pers, padahal jelas ada upaya menghalang-halangi kegiatan peliputan,” katanya.
Kendati demikian, dia mengakui, beberapa putusan Mahkamah Agung (MA) mendahulukan UU Pers sebelum menggunakan perangkat lainnya.
Menurut dia, terjadinya kriminalisasi maupun sengketa pers ini disebabkan masih minimnya pemahaman masyarakat dan penegak hukum mengenai peran dan fungsi kebebasan pers serta berekspresi, penguasa yang alergi terhadap kebebasan pers atau anti kritik, profesionalisme dan kesejahteraan wartawan serta banyak aturan yang represif.
“Kasus sengketa pers sebenarnya dapat dihindarkan, antara lain dengan berita yang dibuat harus ‘cover bothsides’ sebisa mungkin agar berimbang, narasumber berita harus jelas. Usahakan bukan sumber anonim dan harus kredibel, misalnya pejabat berwenang atau orang yang memahami persoalan,” katanya.
Selain itu hindarkan pencampuradukan opini dan fakta dan berita yang dibuat ditujukan untuk kepentingan umum.
Jika ada kekeliruan, kata dia, segera diralat/koreksi tanpa harus dimintakan pihak yang dirugikan.
Menurut dia, ada dua jalur yang dapat ditempuh dalam menyelesaikan persoalan pers, yakni luar pengadilan (nonligitasi) dan pengadilan (ligitasi).
“UU Pers Nomor 40/1999, mengatur penyelesaian sengketa pers di luar pengadilan, yakni melalui hak jawab, hak koreksi, pengaduan ke organisasi profesi dan pengaduan ke Dewan Pers,” Jelasnya.  Continue reading

Klik di sini untuk membaca versi online dari situs Kantor Berita ANTARA

BANYUMAS (ANTARA-News) – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menilai hingga saat ini perlindungan terhadap wartawan masih lemah terlihat dari masih banyaknya kasus kriminalisasi yang dialami insan pers.

“Berdasarkan catatan kami, selama tahun 2010 terjadi sebanyak 66 kasus kriminalisasi terhadap wartawan dan diperkirakan pada tahun 2011 trennya meningkat karena hingga bulan Mei saja telah mencapai 33 kasus,” kata Direktur Eksekutif LBH Pers, Hendrayana, di Banyumas, Sabtu malam.

Pernyataan tersebut disampaikan Hendrayana dalam acara Diskusi Advokasi Jurnalistik yang diselenggarakan Paguyuban Wartawan Purwokerto (Pawarto) di Baturaden Adventure Forest (BAF), Baturaden, Banyumas.

Bahkan, kata dia, hingga saat ini kacamata hukum selalu berpegang pada KUHP dan KUHAP dengan mengesampingkan Undang-Undang Pers.

“Terakhir terjadi di Surabaya (kasus pemukulan terhadap wartawan oleh oknum polisi, red.), polisi menolak penggunaan UU Pers, padahal jelas ada upaya menghalang-halangi kegiatan peliputan,” katanya.

Kendati demikian, dia mengakui, beberapa putusan Mahkamah Agung mendahulukan UU Pers sebelum menggunakan perangkat lainnya.

Menurut dia, terjadinya kriminalisasi maupun sengketa pers ini disebabkan masih minimnya pemahaman masyarakat dan penegak hukum mengenai peran dan fungsi kebebasan pers serta berekspresi, penguasa yang alergi terhadap kebebasan pers/antikritik, profesionalisme dan kesejahteraan wartawan, serta banyak aturan yang represif. Continue reading